Sabtu, 11 Oktober 2008

Sejarah Statistik

1. Sejarah Statistika

Statistika : Suatu disiplin ilmu yang mempelajari metode pengumpulan, peringkasan dan penyajian data, menganalisis (termasuk pendugaan parametrik) dan menarik kesimpulan dari data tersebut.

Penggunaan istilah statistika berakar dari istilah istilah dalam bahasa latin moderen statisticum collegium ("dewan negara") dan bahasa Italia statista ("negarawan" atau "politikus").

Gottfried Achenwall (1749) menggunakan Statistik dalam bahasa Jerman untuk pertama kalinya sebagai nama bagi kegiatan analisis data kenegaraan, dengan mengartikannya sebagai "ilmu tentang negara (state)". Pada awal abad ke-19 telah terjadi pergeseran arti menjadi "ilmu mengenai pengumpulan dan klasifikasi data". Sir John Sinclair memperkenalkan nama (Statistics) dan pengertian ini ke dalam bahasa Inggris. Jadi, statistika secara prinsip mula-mula hanya mengurus data yang dipakai lembaga-lembaga administratif dan pemerintahan. Pengumpulan data terus berlanjut, khususnya melalui sensus yang dilakukan secara teratur untuk memberi informasi kependudukan yang berubah setiap saat.

Pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 statistika mulai banyak menggunakan bidang-bidang dalam matematika, terutama probabilitas. Cabang statistika yang pada saat ini sangat luas digunakan untuk mendukung metode ilmiah, statistika inferensi, dikembangkan pada paruh kedua abad ke-19 dan awal abad ke-20 oleh Ronald Fisher (peletak dasar statistika inferensi), Karl Pearson (metode regresi linear), dan William Sealey Gosset (meneliti problem sampel berukuran kecil). Penggunaan statistika pada masa sekarang dapat dikatakan telah menyentuh semua bidang ilmu pengetahuan, mulai dari astronomi hingga linguistika. Bidang-bidang ekonomi, biologi dan cabang-cabang terapannya, serta psikologi banyak dipengaruhi oleh statistika dalam metodologinya. Akibatnya lahirlah ilmu-ilmu gabungan seperti ekonometrika, biometrika (atau biostatistika), dan psikometrika.

2. Penentang statistika salah satunya yaitu Joel Best dalam bukunya Damned Lies and Statistics, Untangling Numbers From The Media, Politicians, and Activists yang diterbitkan oleh University of California Press, 2001

Penggunaan teknik dan data statistik sosial dalam masyarakat, terutama yang sering digunakan dalam media cetak maupun elektronik, dapat membantu publik untuk mendapatkan pemahaman yang jelas mengenai berbagai gejala sosial. Demikian juga statistik dalam berbagai jajak pendapat (polling) politik dapat membantu memberi informasi mengenai partai politik atau tokoh politik tertentu. Jelaslah bahwa statistik merupakan alat bantu yang sering kali dianggap berguna oleh publik.

Namun, statistik dapat pula menunjukkan rupa buruknya sebagai alat propaganda yang membohongi masyarakat. Berkaitan dengan hal ini publik perlu mendapat informasi yang jelas dan ringkas untuk mengetahui penyalahgunaan statistic yang ditulis oleh Joel Best, seorang Profesor Sociology and Criminal Justice, University of Delaware, berjudul Damned Lies and Statistics: Untangling Numbers from the Media, Politicians, and Activists, 2001, dapat membantu mengatasi penyalahgunaan statistik. Tujuan utama buku ini adalah untuk membahas mengapa statistik yang buruk dapat muncul, menyebar dan mempengaruhi kebijakan. Selain itu buku ini mencoba memetakan publik menjadi empat kelompok dalam melihat statistik, yakni kelompok "terpesona", "naif", "sinis" dan "kritis". Diharapkan buku ini dapat membuat publik menjadi lebih cerdas dan kritis selain menjadi konsumen statistik yang lebih berdaya.

Secara umum, dapat ditarik empat kesimpulan mengenai buku ini:

1. berhasil menjelaskan berbagai proses dalam produksi dan distribusi statistik.

2. sangat kurang membahas peran intervensi negara dalam statistik yang banyak terjadi dalam negara otoriter dan totaliter di mana statistik merupakan alat propaganda yang efektif.

3. Buku ini lebih menekankan pada perlunya peningkatan kemampuan individu namun tidak mengusulkan solusi perbaikan pada tingkat sistemik untuk mengatasi penyalahgunaan statistik. Keempat,

4. Berisi kritik terhadap statistik namun tidak membahas bahwa statistik dapat menjadi alat kritik yang tajam guna transformasi masyarakat.

Siapa, mengapa, dan bagaimana

Ketiga kata di atas merupakan kata kunci untuk mengetahui apa yang terjadi di belakang statistik yang tersaji. Best mengajak kita untuk bersikap skeptis, waspada, dan mencari tahu siapa pembuat statistik itu : apakah pemerintah, perusahaan, atau aktivis sosial.

Dalam buku ini Best mencoba mengidentifikasi empat sumber statistik buruk, yakni penebakan, pendefinisian, pengukuran, dan sampel. Best mengingatkan, statistik yang buruk dapat pula terjadi jika contoh dianggap sebagai definisi, misalnya kasus terbunuhnya seorang anak dianggap sebagai kekerasan terhadap anak. Definisi yang terlalu sempit akan membatasi kasus atau gejala yang dikemukakan; demikian pula sebaliknya. Masalah pendefinisian ini sering kali dikaitkan dengan kepentingan suatu pihak seperti yang terjadi dalam kasus statistik kemiskinan. Jika statistik tersebut digunakan untuk pengukuran keberhasilan pembangunan, terdapat kecenderungan untuk memberi angka minimal. Namun, sebaliknya, jika statistik tersebut dikaitkan dengan janji untuk pemberian bantuan, angka yang maksimal akan dikeluarkan. Pola serupa terjadi dalam reboisasi Hak Pengusahaan Hutan (HPH) di mana angkanya akan dimaksimalkan untuk memperoleh dana reboisasi.

Masalah pengukuran dapat menjadi sumber statistik yang buruk dan hal ini sering kita jumpai sehingga kita diminta untuk mewaspadai cara pengukuran. Berkaitan dengan masalah sampel, Best menekankan perlunya keterwakilan (representativeness) dibandingkan dengan banyaknya sampel. Masalah keterwakilan dalam statistik berkaitan erat dengan kesimpulan dan hal

Berkaitan dengan hal ini pemahaman mengenai jajak pendapat menjadi penting dan beberapa hal perlu diketahui. Pertama, sampel harus dilakukan secara random (dipilih dengan berbagai prosedur acak oleh tim peneliti). Responden yang menjawab secara sukarela (self-selection) seperti dalam jajak pendapat di radio dan televisi (TV) tidak dapat dikategorikan sebagai jajak pendapat yang benar. Mereka memilih diri sendiri sebagai "sampel", namun populasinya tidak jelas sehingga tidak dapat dilakukan generalisasi pendapat mereka. Kedua, perlu disebutkan berapakah sampling error, misalnya tertulis ± 4 persen, artinya dengan tingkat kepercayaan tertentu (sering kali 95 persen), maka nilai dalam sampel dapat bernilai lebih atau kurang 4 persen di populasi. Jadi, jika 40 persen responden di sampel setuju dengan program "A", dalam populasi (dengan kemungkinan 95 persen) persentase mereka yang setuju adalah antara 36 persen sampai 44 persen. Tanpa penyebutan sampling error, maka kesimpulan tersebut hanya berlaku di tingkat sampel saja.

Ketiga, kesalahan dapat pula terjadi dalam proses pengumpulan data (wawancara) atau non-sampling error artinya, bisa saja sampelnya tepat tetapi pertanyaan dan jawaban mengalami hambatan.

Selain sumber statistik buruk, Best juga membahas empat jenis kelompok dalam melihat statistik, yakni Kelompok terpesona; Kelompok naïf; Kelompok sinis dan Kelompok kritis.

Kelompok terpesona menganggap statistik mempunyai kekuatan "magis" dan sering kali mereka tidak mengerti statistik dan bersikap fatalistik. Kelompok naif mempunyai pengetahuan sedikit tentang statistik, namun sering kali bersikap nrimo dan lugu serta tidak melihat peran dari berbagai kepentingan di balik statistik. Sebaliknya, kelompok sinis selalu bersikap curiga, mereka tidak percaya atau "alergi" pada angka dan selalu menganggap statistik sebagai suatu manipulasi. Mereka secara sinis akan menyatakan bahwa "Anda dapat membuktikan segala sesuatu dengan statistik". Dalam buku ini, Best berharap bahwa publik menjadi kelompok kritis yang ditandai dengan kemampuan untuk mengkritik statistik berdasarkan definisi, pengukuran, dan sampel yang digunakan. Dengan kemampuan kritis ini, publik akan dapat mendeteksi bagaimana terjadi perubahan statistik yang dimanipulasi dan didramatisasi oleh nara sumber atau media. Selain itu, kesalahan penyajian statistik dengan cara membandingkan statistik dari tempat atau periode yang berbeda.

Statistik untuk negara

Buku Best membahas penyalahgunaan statistik dengan konteks Amerika terutama masalah problem sosial di mana statistik dapat membantu membohongi publik. Namun, buku ini kurang dapat menjelaskan peran statistik di negara totaliter (komunis masa lampau) dan negara otoriter. Di negara totaliter, penyalahgunaan statistik merupakan hal normal di mana statistik benar-benar menjadi bagian dari propaganda dan rekayasa sosial.

Pola serupa terjadi di negara otoriter dengan derajat yang lebih rendah. Statistik tandingan tentang kelemahan pembangunan biasanya disuarakan oleh pihak di luar negara.

Negara berkembang yang otoriter sering kali tidak berupaya menyajikan statistik tentang komposisi penduduknya karena dapat mengganggu pembangunan bangsa dan stabilitas nasional. Di Indonesia sendiri, sensus etnik baru dilakukan lagi pada tahun 2000 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) setelah sensus pada tahun 1930 oleh Belanda. Pada periode pemerintahan Presiden Soeharto statistik tentang suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) dianggap sensitif dan dapat mengganggu persatuan. Jelaslah bahwa paradigma menjaga "kesatuan" yang berlebihan telah mengorbankan informasi tentang kebhinnekaan.

Audit statistik

Rekomendasi yang diberikan oleh Best dapat dikatakan lebih bersifat individual seperti konsumen yang kritis terhadap "produk" di "pasar" statistik. Ia tidak merekomendasikan perlunya suatu mekanisme yang agak makro seperti lembaga pemantau atau audit statistik (watchdog) yang secara permanen mengkritik produk statistik yang tersaji pada publik. Fungsi lembaga ini dapat dilakukan oleh perguruan tinggi, Lembaga konsumen dan Komisi Penyiaran dan Informasi (KPI) yang akan dibentuk.

Selain itu fungsi ini perlu melekat pada setiap media cetak dan elektronik yang berupa forum, komisi atau tim yang mempunyai kompetensi dalam bidang statistik untuk melakukan audit rutin tahunan. Hal lain yang dapat dilakukan adalah pelatihan bagi mereka yang bekerja dalam bidang media sehingga mereka menjadi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan kritik terhadap statistik. Best mengutip pendapat Scott Adams yang menyatakan bahwa sering kali wartawan yang melakukan penelitian secara teliti berkaitan dengan kebenaran statistik mendapat penghargaan yang sama dengan mereka yang hanya sekadar mengutip statistik dari nara sumber. Dengan berbagai filter yang dibangun ini diharapkan dapat dicegah distribusi statistik buruk untuk dikonsumsi publik atau digunakan untuk pembuatan kebijakan.

Statistik akuntabilitas

Judul buku ini menunjukkan bahwa statistik dapat menghasilkan bohong besar, namun sebaliknya statistik dapat juga membongkar kebohongan dalam masyarakat.

Sejalan dengan reformasi dan transisi menuju demokrasi maka selain statistik pembangunan diperlukan pula "statistik akuntabilitas" di mana publik mengemukakan pendapat mereka tentang berbagai lembaga negara. Misalnya, jajak pendapat oleh Kompas (10 Juni 2002) dengan 830 responden di 10 kota menyatakan bahwa perhatian anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selama ini ditujukan pada Rakyat (11 persen); Partai (61,6 persen), dan Pribadi (24,5 persen). Selain itu, terdapat pula statistik penting yang berkaitan dengan informasi pejabat publik yang dapat menunjukkan sejauh mana tingkat akuntabilitas suatu pemerintah.

Dengan kemajuan teknologi maka penyampaian data dan akses publik mengenai kinerja berbagai lembaga negara dapat dipermudah. Seharusnya publik dapat mengakses website setiap hasil pengadilan sehingga dapat diketahui apakah proses dan vonis telah memenuhi rasa keadilan atau tidak. Demikian pula informasi dari Kepolisian RI (Polri) tentang berbagai kasus yang disidik (misalnya jumlah kasus narkoba dan penjudi) yang diteruskan ke kejaksaan seharusnya dapat diketahui publik sehingga dapat dicegah penyimpangannya. Hal serupa berlaku pula dengan kegiatan di kejaksaan sehingga dapat dihindarkan kolusi. Seandainya statistik tersebut telah tersedia maka auditnya dapat dilakukan secara komprehensif dan berkelanjutan yang dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat atau kampus.

3. Bapak statistika Indonesia yaitu Prof.Dr.Andi Hakim Nasoetion

Prof.Dr.Andi Hakim Nasoetion dijadikan sebagai Bapak Statistika karena beliau telah banyak mewariskan ilmu dan pemikiran-pemikiran besar dalam memajukan pendidikan di Indonesia. Selain itu Beliau merupakan guru besar statistika pertama dan paling terkemuka di IPB.

Tidak ada komentar: